Pimpinan Pondok Pesantren At-Tawazun Kalijati, Dr. KH. Musyfiq Amrullah, Lc., M.Si., menegaskan bahwa pesantren harus tetap menjadi benteng moral dan spiritual bangsa, meskipun tengah dihadapkan pada berbagai isu negatif yang menggoyang kepercayaan publik. Pernyataan itu disampaikan dalam sambutannya pada acara Peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ dan Dzikir Akbar Asmaul Husna, di Auditorium Utama Ponpes At-Tawazun, Ahad (12/10/2025).
“Belakangan ini, dunia pesantren sering disorot dengan nada yang tidak sehat. Satu dua kasus di sebagian kecil pesantren dijadikan alasan untuk menyerang lembaga pendidikan Islam secara umum,” ujar KH. Musyfiq dengan nada tegas.
Menurutnya, framing media sosial yang menggambarkan pesantren sebagai tempat yang tidak aman dan tidak profesional merupakan bentuk ketidakadilan. Jika peristiwa serupa terjadi di lembaga lain, tidak akan sebesar ini gaungnya. Ini menunjukkan adanya framing yang sistematis. Abi Musyfiq, sapaan akrab beliau, menekankan bahwa pesantren tidak boleh sekadar defensif.
“Kita perlu reformasi internal, memperkuat SOP keamanan, perlindungan santri, dan transparansi manajerial. Pesantren harus tampil sebagai lembaga pendidikan yang rahmah, aman, dan akuntabel,” tambahnya.
Lebih jauh, Abi Musyfiq juga menyinggung adanya upaya sistematis untuk melemahkan Islam melalui pelemahan institusi pesantren dan figur-figur keagamaannya.
“Ketika tidak bisa memecah belah Islam, mereka menyerang anak kiai, para habib, hingga pesantren sebagai lembaga pendidikan umat,” ujarnya.
Beliau mencontohkan bagaimana sebagian pihak sengaja memelintir gelar-gelar keulamaan menjadi bahan candaan, bahkan menyerang reputasi pribadi para kiai dan habaib. Pada akhirnya, serangan ini membuat masyarakat kehilangan kepercayaan kepada pesantren.
Abi Musyfiq menegaskan, pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan, tetapi benteng moral dan spiritual bangsa. Pesantren telah melahirkan ulama, guru, dan pejuang kemerdekaan. Menyerang pesantren berarti menyerang akar kebudayaan Islam Nusantara. Dalam konteks itu, beliau mengajak agar pesantren mampu beradaptasi tanpa kehilangan jati diri.
“Pesantren harus terbuka terhadap perkembangan ilmu dan teknologi, tanpa melepaskan tradisi sanad dan adab ulama. Inilah semangat post-traditionalisme yang diwariskan oleh Gus Dur,” tuturnya.
Sebagai wujud keterbukaan terhadap zaman, Pondok Pesantren At-Tawazun terus memperkuat aspek manajerial dan digitalisasi. Dari sistem keuangan, administrasi, hingga penerimaan santri baru, semuanya kini berbasis digital. Bahkan sistem kartu jajan santri dan pelatihan kerja juga kami digitalisasikan.
Selain itu, At-Tawazun juga sedang membangun Kompleks Tahfidz dan Leadership School, dengan sistem full day school serta program ketarunaan tahfidz bagi siswa SD Plus. Dengan prinsip Pesantren Ramah Anak dan manajemen profesional, kami ingin menjadikan pesantren bukan tempat tertinggal, tetapi pusat kemajuan.
Seruan untuk Pemerintah dan Masyarakat
Dalam penutupnya, KH. Musyfiq menyerukan kepada semua pihak agar tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu negatif yang menyerang pesantren. Pemerintah jangan reaktif dengan wacana pembubaran. Yang diperlukan adalah pembinaan, bukan pembinasaan.
Abi menambahkan, Jika pesantren dihancurkan, maka yang hancur bukan gedungnya, tetapi pondasi moral umat. Dan jika pesantren ditegakkan, maka bangsa ini akan terus memiliki harapan, mengutip pesan Al-Habib Abdullah bin Muhammad Baharun.
“Pesantren telah berdiri kokoh ratusan tahun dan akan terus bertahan hingga akhir zaman. Mari kita jaga kepercayaan masyarakat dengan keteladanan dan keterbukaan. Pesantren bukan beban bangsa, pesantren adalah penjaga nurani bangsa,” pungkas Abi Musyfiq.
Pesantren Harus Tegak di Tengah Krisis Kepercayaan Publik dan Framing Negatif Media
